Sebabdalam agama Islam, maksud yang baik tidak bisa membolehkan atau menghalalkan sarana yang haram (terlarang), seperti mencuri untuk membelanjai keluarga. "Kebohongan yang hanya diperbolehkan dalam perang adalah al-ma'ârîdh (tidak berterus-terang) bukan kebohongan murni, (kalau ini) hukumnya tidak boleh Laki-laki yang mencuri
Keterangan Gambar netTERDAPAT sebuah kisah yang telah dikenal secara luas baik oleh umat islam di Indonesia maupun mancanegara, yaitu kisah mengenai Robin Hood. Dalam kisah itu diceritakan mengenai perjuangan seorang pencuri yang mencuri harta dari seorang pemimpin dzolim dan dibagikan kepada masyarakat fakir dan miskin. Masyarakat bersyukur dan berterimakasih kepada si pencuri karena telah membantu mereka untuk dapat bertahan hidup. Lalu bagaimana pandangan islam terhadap perilaku pencurian yang dilakukan demi membantu orang lain tersebut? Baca Lainnya Alquran dalam Kehidupan Kita0Masa Muda Yang Cerah0Menanam Pohon Dalam Hukum Islam0Santri Umat Islam 0Momentum Berhijab Para Muslimah0Terdapat sebuah hadits yang berbunyi, “Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan keburukan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata Hadis Hasan Sahih. Namun hadits tersebut tidak dapat serta merta diartikan bahwa setiap manusia diperbolehkan untuk melakukan keburukan asalkan diiringi dengan kebaikan. Melainkan makna dari hadits tersebut yaitu bahwasanya ketika seseorang telah melakukan taubat dan menyesal atas keburukan yang telah dikerjakan selama ini, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapus dosanya adalah dengan melakukan kebaikan. Itulah yang dinamakan dengan Taubat An-Nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Terkait melakukan pencurian dengan tujuan kebaikan dalam islam tidaklah diperbolehkan. Sebagaimana dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 42, Allah SWT Berfirman yang artinya “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam islam kebaikan dan keburukan telah jelas, dan tidak diperbolehkan untuk dicampuradukkan antara keduanya. Ayat tersebut juga didukung dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” HR. Muslim, At-Tarmdzi dan Ahmad. Dalam hadits yang lain Rasulullah juga menyatakan bahwa setiap umat yang memakan makanan haram di dalam perutnya tidak akan diterima amalnya hingga 40 hari. Hal ini juga menyiratkan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara haram akan dapat berimplikasi pada orang yang memakan barang tersebut. Oleh karena itu dalam mencari nafkah keluarga atau memberikan sedekah bagi fakir miskin juga perlu dipastikan bahwa diperoleh dengan cara halal agar tidak menjadi halangan baik bagi keluarga maupun penerima sedekah dalam beramal baik. Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwasanya dalam melakukan suatu kebaikan haruslah dilakukan dengan menggunakan cara yang baik juga. Sesuai dengan kaidah mengenai tujuan al-maqâshid dan sarana al-wasîlah yang berbunyi “sarana memiliki hukum sama dengan tujuannya”. Sehingga dalam memperoleh suatu tujuan yang baik umat muslim tidak diperbolehkan untuk menggunakan cara yang tidak baik. Hal ini termasuk juga dalam melakukan pencurian untuk diberikan sebagai sedekah bagi umat yang membutuhkan. Meskipun demikian melakukan pencurian atau perbuatan buruk demi kebaikan tidaklah sepenuhnya dilarang. Maksudnya, terdapat beberapa perbuatan semacam itu yang diperbolehkan dalam islam. Yang pertama adalah apabila dalam kondisi terpaksa, sebagaimana dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang. Dalam AlQuran juga disampaikan dalam QS Al-An’am ayat 119 yang berbunyi “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” Oleh karena itu dalam kasus kisah Robin Hood, bisa disimpulkan bahwa apabila dalam kisah tersebut kondisi pemimpin memang benar-benar dzolim, dan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain mencuri, maka mencuri tersebut dibolehkan dengan alasan berada dalam situasi darurat. Namun apabila masih terdapat pilihan lain dalam mencari uang secara halal, misalnya masih dapat dilakukan dengan menawarkan barang atau jasa, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan pencurian meskipun dengan niatan baik. Allahu A’lam Bish-Shawab. Manusia hanya dapat berpikir dan Allah lah yang maha mengetahui kebenarannya. Semoga apa yang dituliskan disini merupakan kebenaran di sisi Allah dan menjadi sarana dalam penyebaran dakwah Islam. Aamiin.
Tetapi dalam kitab Bughyah al-Mustars yidin (156), ada teks, "hukum harta orang muslim, dzimmi dan musta'man sama keharamann ya dalam mengambiln ya dengan cara yang tidak benar. Berbeda dengan harbi". Dari sini jelas sekali, bahwa mencuri harta kafir harbi tidak haram. Wallahu a'lam bishshawab. TUJUAN TIDAK BOLEH MENGHALALKAN SEGALA CARAOleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan“Yang penting niat dan tujuannya baik“, itulah ungkapan yang sering didengar dari para pelaku perbuatan yang menyelisihi syariat, ketika tidak lagi memiliki alasan lain. Ungkapan ini dijadikan tameng untuk menangkis teguran dan kritikan yang diarahkan ada yang menjadikan ungkapan ini sebagai landasan untuk melegalkan dan menghalalkan segala cara demi mewujudkan niat baiknya, baik dalam urusan dunia maupun agama. Misalnya, demi mewujudkan niat beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla , namun segala cara ditempuh termasuk cara yang mengandung bid’ah atau yang lain ingin menegakkan agama dan membela kehormatan kaum Muslimin tetapi mereka menempuh cara-cara yang sangat buruk dengan melancarkan aksi teror, membunuh, mencuri serta bom bunuh diri. Ada juga yang ingin berdakwah, tetapi dengan musik dan sinetron Islami’.Dalam urusan dunia, ada yang ingin menggenggam jabatan dan kedudukan, Namur dengan melegalkan suap, bohong dan tindak kedzaliman. Kekayaan dan harta melimpah termasuk diantara yang menyilaukan banyak orang sehingga segala cara untuk meraihnya ditempuh, tanpa peduli halal dan sebagian fakta zaman sekarang ini, kehidupan materialis yang sangat terwarnai fitnah syubuhât dan syahawât. Yang menjadi pertanyaan, bagaimanakah status ungkapan apapun dilakukan, yang penting niat dan tujuannya baik’ dalam pandangan Islam? Apakah tujuan yang baik boleh menghalalkan segala cara?Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan terlebih dahulu sebuah kaedah masyhur dan agung yang berkaitan dengan tujuan al-maqâshid dan sarana al-wasîlah yang berbunyi الْوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ الْمَقَاصِدِSarana memiliki hukum sama dengan tujuannyaSarana adalah sesuatu atau metode yang digunakan untuk meraih atau mewujudkan maksud dan tujuan. Maksud dari kaidah di atas adalah hukum sarana sama dengan hukum tujuannya. Jika tujuan yang dicapai hukumnya wajib, maka sarananya juga demikian hukumnya wajib. Bila tujuannya haram, maka sarana untuk mencapainya pun hukunya juga haram. Dan apabila tujuannya bersifat mubah, sunat atau makruh, maka hukum sarananya begitu juga. Oleh karenanya, jika suatu kewajiban tidak mungkin terlaksana kecuali melalui suatu sarana tertentu, maka sarana cara tersebut wajib dilakukan. Dari sini terpahami betapa pentingnya sebuah perlu di ketahui bahwa sarana itu terbagi dua Sarana yang baik. Sarana inilah yang hukumnya sama dengan hukum tujuan atau yang tidak baik. Sarana ini tidak boleh dilakukan, meski tujuan dan niatnya baik. Sebab dalam agama Islam, maksud yang baik tidak bisa membolehkan atau menghalalkan sarana yang haram terlarang, seperti mencuri untuk membelanjai keluarga. Mencuri hukumnya tetap haram, meski tujuannya bagus yaitu mencukupi kebutuhan belanja keluarga. Jadi, sarana yang haram tetap terlarang, sekalipun tujuannya menunjukkan bahwa dalam syari’at islam, maksud yang baik harus digapai dengan sarana cara yang baik pula atau dibenarkan syariat. Sebab tujuan dan maksud tertentu tidak menghalalkan segala cara dan sarana, kecuali dalam kondisi yang sangat dhorurat, dan itu pun harus diukur sesuai dengan kadar kedaruratannya, tidak bebas. Hal ini berdasarkan kaedah الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ Keadaan yang dharurat menyebabkan sesuatu yang terlarang menjadi bolehDan kaidah lain yaitu الضَّرُوْرَةُ يُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا Keadaan dharurat diukur dengan kadarnyaDengan demikian jelaslah bahwa kaidah tujuan membolehkan segala cara“ adalah sebuah kaedah yang keliru dan batil. Akan tetapi, kaedah yang benar adalah الْغَايَةُ لاَ تُبَرِّرُ الْوَسِيْلَةَ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ Tujuan tidak membolehkan wasilah cara kecuali dengan dalilPengertiannya, bahwa tujuan niat baik tidak bisa begitu saja membenarkan menghalalkan sarana yang terlarang, kecuali bila ada dalil yang membolehkan sarana tersebut. Oleh karenanya, tidak diperbolehkan bagi seorang pun berdalih dengan niat atau tujuan baik untuk membolehkan sarana yang haram. Akan tetapi, ia harus memperhatikan maksud yang baik, sarana yang syar’i dan dampak yang baik sekaligus, dan bila terdapat dalil yang shahîh yang membolehkan melakukan sarana yang terlarang untuk mengaplikasikan, menyelamatkan dan memelihara tujuan yang baik, maka hukum tersebut hanya khusus untuk sarana itu saja, seperti berbohong untuk mendamaikan atau memperbaiki hubungan persaudaraan sesama Muslim, berbohong untuk menyelamatkan jiwa yang tidak berdosa dari bahaya, bohong menipu orang kafir dalam perang dan suami berbohong kepada istri demi terjalinnya keharmonisan dan kasih- sayang antara mereka berdua. Ini semua telah dijelaskan oleh hadits hadits yang shahîh. Nabi bersabdaلَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ ويَقُولُ خَيْرًا ويَنْمِي خَيْرًا. Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan antara manusia, ia berkata baik dan menaburkan kebaikan “.Tentang hadits ini, Ibnu Syihâb rahimahullah, termasuk perawi hadits ini mengatakanوَلَمْ أَسْمَعْ يُرَخَّصُ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَقُولُ النَّاسُ كَذِبٌ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ الْحَرْبُ وَالإِصْلاَحُ بَيْنَ النَّاسِ وَحَدِيثُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَحَدِيثُ الْمَرْأَةِ زَوْجَهَا.“Saya tidak mendengar ada keringanan dalam suatu kebohongan yang dikatakan oleh manusia kecuali pada tiga perkara dalam perang, mendamaikan antara manusia, pembicaraan suami kepada istrinya dan pembicaraan istri kepada suaminya“[1].Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaالْحَرْبُ خُدْعَةٌ Peperangan adalah berisi tipu-daya[2]Hukum asal kebohongan itu adalah haram, akan tetapi hukumnya beralih menjadi boleh dalam kondisi di atas demi mewujudkan tujuan yang baik. Sebagian ulama menjelaskan bahwa maksudnya bukan kebohongan murni, tetapi sekedar berbentuk ta’rîdh ucapan yang tidak berterus-terang.Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah sepakat bolehnya mengelabui orang kafir dalam peperangan dengan cara apa saja yang mungkin dilakukan, kecuali bila terdapat padanya pembatalan perjanjian dan perdamaian, ini tidak di perbolehkan. Dalam hadits yang shahîh terdapat kandungan pengertian bolehnya melakukan kebohongan dalam tiga perkara, salah satunya dalam perang. Ath Thabari rahimahullah berkata “Kebohongan yang hanya diperbolehkan dalam perang adalah al-ma’ârîdh tidak berterus-terang bukan kebohongan murni, kalau ini hukumnya tidak boleh’, Imam Nawawi rahimahullah mengomentari “Demikian pernyataan beliau. Walaupun yang kuat adalah bolehnya melakukan kebohongan murni, akan tetapi tentu melakukan ta’rîdh tidak berterus-terang dalam berucap adalah lebih afdhol utama Wallâhu a’lam“[3].Dari pemaparan ini, jelaslah jawaban pertanyaan di atas, apakah tujuan membolehkan segala sarana. Tentu saja, jawabanya tidak!. Itu bukanlah sebuah kaedah syar’i dan prinsip agama yang mulia, namun sebuah kaedah yang diadopsi dari seorang non-Muslim, tiada lain sumbernya kecuali teori yang di cetuskan oleh seorang politikus Yahudi yang bernama Niccolo Machiaveli yang berasal dari Italia yang hidup antara tahun 1469-1527 M, oleh karenanya kaedah ini dikenal dengan teori Machiaveli[4].Sebuah kaedah yang jelas kebatilannya, bertentangan dengan kaedah syari’ yang menjelaskan bahwa setiap amalan hanya diperbolehkan dan dihukumi sebagai amal sholeh apabila tujuannya baik, sarananya baik dan berdampak berakibat antara perkara yang menjelaskan kebatilan teori Machiaveli ini sebagai berikut[5] 1. Islam mengharuskan manusia memperhatikan sarana cara sebagaimana memperhatikan maqooshid tujuan. Siapa saja yang hanya memperhatikan tujuan, tanpa mempedulikan sarana cara pencapaiannya, berarti orang ini telah mengambil sebagian agama, sekaligus mengesampingkan sebagian aturan syar’i yang lain. Allâh Azza wa Jalla berfirmanأَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰ أَشَدِّ الْعَذَابِ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَApakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allâh tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”.[al-Baqarah/2 85]2. Menyelisihi agama dalam pemilihan sarana cara seperti halnya menyelisihi agama dalam penentuan tujuan. Allâh Azza wa Jalla berfirmanفَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌMaka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih [an-Nûr/2463]Kata أَمْرِهِ dalam ayat di atas adalah sebuah kalimat nakirah umum yang diidhofahkan sandarkan, maka menunjukkan makna yang umum, mencakup seluruh perkara yang berkaitan dengan sarana cara dan Tidak diragukan lagi bahwa kaedah ini adalah faktor utama kerusakan kehidupan dunia, merajalelanya bermacam bentuk kezhaliman, kerusuhan dan kekacauan, dan kebinasaan perkataan sebagian ulama Islam yang menjelaskan kebatilan kaedah yahudiyyah ini, menghalalkan segala cara demi tujuan Imam al Iz Ibnu Abdus Salâm rahimahullah berkata “Tidak boleh mendekatkan diri kepada Allâh kecuali dengan bermacam maslahat dan kebaikan, dan tidak boleh mendekatkan diri kepada-Nya dengan suatu kerusakan dan kejahatan. Berbeda dengan para raja penguasa yang zhalim yang manusia mendekatkan diri kepada mereka dengan kejahatan, seperti merampas harta, pembunuhan, menganiaya manusia, menebarkan kerusakkan, menampakkan kebangkangan dan merusak negeri, dan tidak boleh mendekatkan diri kepada Rab Allah kecuali dengan kebenaran dan kebaikkan”[6].Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata “Tidak setiap sebab cara yang dengannya manusia mendapatkan pemenuhan kebutuhannya disyariatkan dan diperbolehkan. Hanya diperbolehkan apabila maslahatnya lebih dominan dari mafsadah kerusakan, bahayanya dari hal-hal yang diizinkan oleh syariat”[7]Itulah sebagian perkataan ulama Islam tentang bahaya dan larangan menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Kendatipun demikian hukumnya, akan tetapi kaedah yahudiyyah yang batil ini tetap masih banyak digunakan oleh sebagian kaum Muslimin. Mereka ini tidak mempertimbangkan dan memilih sarana dan cara yang syar’I yang baik demi mewujudkan tujuan dan Nyata Praktek Kaedah Rusak ini di Tengah Umat Sangat di sayangkan, sebagian orang yang ingin mengajak kepada islam dan memperjuangkan kehormatannya dengan menggunakan kaedah yang batil ini. Berikut beberapa contoh riilnya 1. Sebagian orang ingin menyampaikan dakwah melalui media musik dan perfilman, sehingga kita melihat akhir-akhir ini marak sebagian juru dakwah, artis , pemusik dan pelawak memanfaatkannya sebagai media dakwah!?. Bahkan sebagian aktivis da’wah haraki menggunakan nasyid nyanyian dan sandiwara Islami ! sebagai sarana dakwah dan ini tentu telah menyelisihi prinsip agama yang mulia ini. Islam tidak mengizinkan sarana-sarana yang seperti itu yang sangat jelas mengandung perbuatan haram seperti percampuran lelaki dan perempuan, sentuhan lelaki dan perempuan yang bukan mahram, dusta, musik yang justru melalaikan hati dan kerusakan lainnya. Karenanya, tidak ada dalam kamus Islam istilah musik islami atau nyanyian islami atau film islami dan yang semisalnya. Istilah-istilah seperti itu baru muncul dan dikenal seiring dengan munculnya Jama’ah jama’ah dakwah hizbiyyah harakiyah. Panutan mereka ialah sekte-sekte Shufiyyah yang menjadikan alunan-alunan musik, irama-irama lagu dan syair-syair sebagai bagian yang tidak lepas dari mereka dalam ibadah dan praktek keagamaan. Ini jelas menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa sallam .2. Bahkan yang lebih aneh lagi, munculnya orang orang yang menamakan diri mereka sebagai pejuang Islam dan pembela martabat kaum Muslimin ! melalui cara melancarkan teror, intimidasi peledakan, bom bunuh diri, pembunuhan dan mencuri serta perampokan demi jihad !?. Subhanallâh! Apakah kerusakan seperti ini dibenarkan oleh Islam? Benarkah aksi-aksi di atas termasuk jihad? Ya, benar, tetapi jihad di jalan setan, bukan jihad di jalan ini adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam, dan sungguh para pelakunya telah berbohong atas nama Allâh, Rasul-Nya dan agama yang mulia ini. Sebab dengan nekad, mereka menamakan kezhaliman dan perbuatan keji yang tidak manusiawi itu dengan jihad dan amar ma’ruf nahi munkar. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad n sebagai rahmat bagi alam semesta berlepas diri dari aksi-aksi tersebut dan mengutuk para pelakunya dan menghukumi mereka sebagai kaum khawârij dan para terorisme yang melakukan kerusakkan, menebarkan keresahan, kekacauan dan ketakutan di permukaan bumi ini. Allâh Azza wa Jalla berfirmanوَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَاDan janganlah kamu melakukan kerusakkan di permukaan bumi setelah adanya kebaikan QS. A’râf/756Islam tidak pernah menghalalkan pencurian dan perampokkan, sekalipun untuk tujuan baik, sebab Allâh Azza wa Jalla berfirmanوَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌLaki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allâh. Dan Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana [al-Mâidah/538]إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌSesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allâh dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.[al-Mâidah/533]Dan Allâh Azza wa Jalla telah mengharamkan bermacam bentuk kezdoliman, sebagaimana dalam hadits qudsiيَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُواWahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku haramkan juga di antara kamu, maka janganlah kamu saling menzhalimi [8]Kesalahan dan kezhaliman para penguasa tidak membolehkan kita untuk mengingkarinya dengan sarana cara yang tidak diperbolehkan tidak syar’i, seperti kudeta, demonstrasi dan angkat senjata, serta membeberkan dan menyebarkan kesalahan-kesalahannya di media massa dan mimbar. Sebab, hal itu tidak menyelesaikan permasalahan, bahkan akan menambah kerusakan dan menimbulkan fitnah yang lebih besar, akan tetapi dengan mengugnakan cara-cara yang syar’i, yaitu dengan memberikan nasehat secara langsung dengan secara berduaan jika hal itu memungkinkan, atau menulis surat kepadanya, serta mendoakan kebaikan baginya, sebab kebaikan mereka adalah kebaikan untuk masyarakat dan negara itu sendiri, dan sabar menghadapi kezhalimannya, karena kezhaliman para penguasa disebabkan oleh kezhaliman rakyatnya sendiri, karena merupakan sunnatullâh bahwa Allâh Azza wa Jalla akan menjadikan para penguasa pemimpin yang memiliki karakter dan keimanan seukuran dengan perilaku, karakter, kepribadian, mentalitas dan keimanan masyarakat suatu negeri. Oleh karenanya, masyarakat jangan bisa menyalahkan dan mengkritik pemerintah saja, tetapi mereka harus mengkoreksi diri dan intropeksi jiwa, sejauh mana mereka telah berbuat keadilan dan meninggalkan heran, kalau para terorisme yang menghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuan mereka menamakan aksi dan teror mereka dengan jihad sehingga mereka siap mati dan berkorban demi hal itu, karena pemikiran mereka telah terkontaminasi oleh pemikiran sesat takfîri sehingga mereka meyakini hal tersebut suatu kebaikkan yang harus dilakukan dan diperjuangkan. Oleh sebab itu, mereka rela mati untuk memperjuangkan jihad’ mereka ini. Dari sini dapat diketahui, mengapa mereka sulit untuk bertaubat dan meninggalkan aksi bom bunuh diri itu. Pasalnya, mereka telah meyakininya sebagai kebaikan dan tidak pernah ada dalam sejarah orang yang bertaubat dari kebaikan. Hal ini menjelaskan kepada kita akan bahayanya pemikiran yang sesat syubhat. Imam Sufyân ats-Tsauri t mengatakan “Bid’ah lebih disukai oleh iblis dari maksiat, karena pelaku maksiat mudah bertaubat, dan pelaku bid’ah tidak bisa sulit bertaubat”[9].3. Sebagian yang ikut serta dalam percaturan demokrasi yang bersumber dari pemikiran kufur, tidak malu-malu untuk menjalin koalisi bekerjasama dengan partai partai non-Islam untuk menegakkan syari’at Islam atau daulah Islamiyah !?, sebagaimana yang dilakukan dan didengungkan oleh sebagian partai politik atau para aktivis dakwah haraki. Dan sudah tidak malu lagi mencalonkan diri dalam pilkada sebagai wakil dari calon kepala daerah seorang wanita dengan foto berdampingan yang terpampang di banyak tempat umumBahkan seluruh jama’ah dakwah hizbiyyah harakiyah dengan berbagai macam isu yang mereka usung dan latar belakang –secara umum- menggunakan kaedah yang batil ini menghalalkan segala cara demi tujuan. Maka, tidak heran kalau kita melihat dalam dakwah mereka terdapat banyak penyimpangan dari prinsip prinsip aqidah Ahlu Sunnah dan menyelisihi sarana sarana dakwah para Nabi dan dakwah generasi itu, mengikuti manhaj dakwah Salaf adalah satu-satunya pilihan terbaik untuk mengenal Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya. Manhaj dakwah salafiyah selalu menggunakan sarana sarana yang syar’i dan komitmen dengannya dalam mewujudkan tujuan yang mulia dan agama yang suci, indah lagi sempurna ini. Mereka selalu berjalan bersama dalil kemana saja dalil itu mengarah. Inilah salah satu satu keistimewaan dakwah yang berkah ini. Walillâhil Demikian, semoga kita semua dibimbing oleh Allâh Azza wa Jalla untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat dan mengamalkanya, dan untuk selalu memperhatikan niat tujuan yang baik, sarana yang baik dan dampak yang baik dalam setiap amalan yang kita lakukan. Sebab, itulah amalan yang disyariatkan oleh agama. Syaria’t Islam yang sempurna dan mulia ini datang dengan membawa maksud yang baik, sarana yang baik dan memperhatikan akibat dampak yang baik dan melarang dari seluruh niat yang tidak baik, sarana yang keji dan dampak negatif. Wallâhu a’lam.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1432H/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] ______ Footnote [1] HR. al-Bukhâri no. 2692 dan Muslim no. 6799. Ini hádala lafazh riwayat beliau. Imam al-Bukhâri rahimahullah memberi judul hadits ini dengan باب ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس “Bab Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan antara manusia”. Sementara Imam Nawawi rahimahullah memberi judulnya dengan باب تحريم الكذب وبيان ما يباح منه “Bab haramnya berbohong dan penjelasan apa kebohongan yang diperbolehkan”. [2] HR. al-Bukhâri no. 3039, 3030 dan Muslim no. 4637, 4638, dari hadits Jâbir bin Abdillâh dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma. Bahkan Imam al-Bukhâri dalam kitah Shahîhnya menulis sebuah bab berjudul باب الكذب في الحرب “Bab Kebohongan dalam perang”. Dan Imam Nawawi memberi judul bab hadits di atas dengan باب جواز الخداع في الحرب “Bab bolehnya penipuan dalam peperangan”. [3] Lihat Syarh Shahîh Muslim 12/45 dan 16/158 Cet. Dar Ihya’ Turats al Arabi. [4] Sebagaimana yang ia paparkan dalam karyanya al-Amîr The Prince hlm. 20. Lihat Qawâidul Wasîlah fisy Syarîatil Islâmiyyah hlm. 291 [5] Lihat Qawâidul Wasîlah hlm. 299-302 [6] Qawâidul Ahkâm 1/112 [7] Mukhtashar al-Fatâwa al-Mishriyyah hlm. 169 [8] HR. Muslim no. 6737 [9] Diriwayatkan oleh al-Lâlaka’i dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah no. 238 dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya 7/26. Lihat Majmu’ Fatâwa 10/9-10 Home /A9. Fiqih Dakwah Agama.../Tujuan Tidak Boleh Menghalalkan... PrinsipHukum Islam (5): Menegakkan Keadilan. Keadilan adalah dambaan semua umat manusia. Mereka semua ingin diperlakukan adil oleh agama dan juga penguasanya. Dalam hal ini Islam datang sebagai agama yang tidak memihak kepada golongan tertentu, akan tetapi menentukan bahwa semua orang sama kedudukannya di sisi Tuhan dan hukum. Oleh Muhson Arifin Taman Pancing, Desa Pemogan, Denpasar, Bali [email protected] TERDAPAT sebuah kisah yang telah dikenal secara luas baik oleh umat islam di Indonesia maupun mancanegara, yaitu kisah mengenai Robin Hood. Dalam kisah itu diceritakan mengenai perjuangan seorang pencuri yang mencuri harta dari seorang pemimpin dzolim dan dibagikan kepada masyarakat fakir dan miskin. Masyarakat bersyukur dan berterimakasih kepada si pencuri karena telah membantu mereka untuk dapat bertahan hidup. Lalu bagaimana pandangan islam terhadap perilaku pencurian yang dilakukan demi membantu orang lain tersebut? Terdapat sebuah hadits yang berbunyi, “Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan keburukan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata Hadis Hasan Sahih. BACA JUGA 5 Hal Kebaikan bagi Orang yang Berdoa Namun hadits tersebut tidak dapat serta merta diartikan bahwa setiap manusia diperbolehkan untuk melakukan keburukan asalkan diiringi dengan kebaikan. Melainkan makna dari hadits tersebut yaitu bahwasanya ketika seseorang telah melakukan taubat dan menyesal atas keburukan yang telah dikerjakan selama ini, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghapus dosanya adalah dengan melakukan kebaikan. Itulah yang dinamakan dengan Taubat An-Nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya. Terkait melakukan pencurian dengan tujuan kebaikan dalam islam tidaklah diperbolehkan. Sebagaimana dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 42, Allah SWT Berfirman yang artinya “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam islam kebaikan dan keburukan telah jelas, dan tidak diperbolehkan untuk dicampuradukkan antara keduanya. Ayat tersebut juga didukung dengan hadits Rasulullah SAW yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak menerima sesuatu kecuali yang baik.” HR. Muslim, At-Tarmdzi dan Ahmad. Dalam hadits yang lain Rasulullah juga menyatakan bahwa setiap umat yang memakan makanan haram di dalam perutnya tidak akan diterima amalnya hingga 40 hari. Hal ini juga menyiratkan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara haram akan dapat berimplikasi pada orang yang memakan barang tersebut. Oleh karena itu dalam mencari nafkah keluarga atau memberikan sedekah bagi fakir miskin juga perlu dipastikan bahwa diperoleh dengan cara halal agar tidak menjadi halangan baik bagi keluarga maupun penerima sedekah dalam beramal baik. Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwasanya dalam melakukan suatu kebaikan haruslah dilakukan dengan menggunakan cara yang baik juga. Sesuai dengan kaidah mengenai tujuan al-maqâshid dan sarana al-wasîlah yang berbunyi “sarana memiliki hukum sama dengan tujuannya”. Sehingga dalam memperoleh suatu tujuan yang baik umat muslim tidak diperbolehkan untuk menggunakan cara yang tidak baik. Hal ini termasuk juga dalam melakukan pencurian untuk diberikan sebagai sedekah bagi umat yang membutuhkan. BACA JUGA 2 Mencuri yang Dibolehkan Meskipun demikian melakukan pencurian atau perbuatan buruk demi kebaikan tidaklah sepenuhnya dilarang. Maksudnya, terdapat beberapa perbuatan semacam itu yang diperbolehkan dalam islam. Yang pertama adalah apabila dalam kondisi terpaksa, sebagaimana dalam kaidah fiqih disebutkan bahwa keadaan darurat dapat membolehkan sesuatu yang dilarang. Dalam AlQuran juga disampaikan dalam QS Al-An’am ayat 119 yang berbunyi “Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.” Oleh karena itu dalam kasus kisah Robin Hood, bisa disimpulkan bahwa apabila dalam kisah tersebut kondisi pemimpin memang benar-benar dzolim, dan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain mencuri, maka mencuri tersebut dibolehkan dengan alasan berada dalam situasi darurat. Namun apabila masih terdapat pilihan lain dalam mencari uang secara halal, misalnya masih dapat dilakukan dengan menawarkan barang atau jasa, maka tidak diperbolehkan untuk melakukan pencurian meskipun dengan niatan baik. Allahu A’lam Bish-Shawab. Manusia hanya dapat berpikir dan Allah lah yang maha mengetahui kebenarannya. Semoga apa yang dituliskan disini merupakan kebenaran di sisi Allah dan menjadi sarana dalam penyebaran dakwah Islam. Aamiin. [] Selainitu tak boleh, kecuali atas kerelaan dari orang yang diberi. Mengapa Allah melarang kita untuk mencuri? Kita tidak boleh mengambil barang milik orang lain karena mengambil barang milik orang lain sama saja dengan mencuri. Mencuri adalah perbuatan yang tidak baik dan tidak terpuji. Mencuri adalah perbuatan yang melanggar hukum. JAKARTA - Beberapa pelanggaran dalam Islam dikenakan hukuman sanksi yang sangat berat. Misal, jika seseorang mencuri akan dikenakan hukum potong tangan. Namun, benarkah sanksi tersebut dapat dilakukan tanpa perlu memperhatikan ada sejumlah syarat yang berlaku? Ahli Tafsir Alquran Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab menjelaskan dalam bukunya berjudul Islam yang Disalahpahami, pihak yang mengecam sanksi tersebut sering melupakan atau mengabaikan syarat-syarat pada terpidana. Sanksi berat yang ditetapkan dalam Islam semuanya memiliki syarat-syarat yang harus terpenuhi lebih dahulu, bukan saja dalam situasi saat terjadinya pelanggaran. Prof Quraish mengatakan tidak semua pencuri otomatis tangannya harus dipotong. Sebelum itu, perlu dilihat berapa nilai barang yang dicurinya dan di mana barang itu dicuri. Suatu barang yang diletakkan bukan pada tempatnya, lalu dicuri, maka pencurinya tidak memenuhi syarat dipotong tangannya. Kemudian, jika pemilik barang memaafkannya, dia dapat memaafkan selama belum sampai ke tangan yang berwenang. Di samping itu, saat berbicara perihal sanksi potong tangan bagi pencuri, Alquran menggunakan kata sâriq sang pencuri yang memberi kesan bahwa yang bersangkutan telah berulang-ulang mencuri. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini HukumJual Beli Menurut Hadits dan Al-Qur'an. Asal muasal hukum jual beli itu sendiri adalah mubah, atau diperbolehkan. Namun terkadang hukumnya bisa berubah menjadi wajib, sunat, makruh bahkan haram sekalipun, tergantung situasi dan kondisi berdasarkan asal maslahat jual beli itu sendiri. Dalam Al-Qur'an, Allah Ta'ala berfirman
DOSA mencuri dalam islam menurut Muhamad Syaltut adalah mengambil harta individu lain dengan sembunyi sembunyi yang dilakukan oleh individu yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Menurut beliau selanjutnya, definisi tersebut secara jelas melakukan perbuatan menggelapkan harta individu lain yang dipercayakan kepadanya ikhtilas dan tetap dosa walaupun beramal sesuai hukum sedekah dengan uang haram dari kategori dosa mencuri dalam islam. Mencuri dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti mengambil barang milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah. Secara lughah bahasa Arab, mencuri disebut dengan as-sariqoh yang berarti mengambil sesuatu diam-diam. Secara istilah syari, as-sariqoh adalah orang berakal baligh mengambil sesuatu dengan kadar nishab tertentu atau punya nilai tertentu, masih milik orang lain, tidak syubhat di dalamnya, dan mengambilnya secara diam-diam. BACA JUGA Bagaimana Cara Taubat dari Dosa Mencuri? Setiap orang yang berakal pasti akan sepakat bahwa dosa mencuri adalah perbuatan yang zalim dan merupakan kejahatan. Oleh karena itu Islam juga menetapkan larangan mencuri harta orang lain. Bahkan ia termasuk dosa besar dan kezaliman yang nyata. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah 24292, disebut as-sariqoh jika memenuhi empat rukun Ada pencuri, Ada orang yang dicuri barangnya, Ada harta yang dicuri, mengambilnya diam-diam. Foto Pexels Tentang hukuman dosa mencuri disebutkan dalam surah Al-Maidah. وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌفَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Al-Maidah 38 dan 39. Dalam ayat ini, Allah SWT menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa dosa mencuri adalah dosa besar. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan الكبائر هي ما رتب عليه عقوبة خاصة بمعنى أنها ليست مقتصرة على مجرد النهي أو التحريم، بل لا بد من عقوبة خاصة مثل أن يقال من فعل هذا فليس بمؤمن، أو فليس منا، أو ما أشبه ذلك، هذه هي الكبائر، والصغائر هي المحرمات التي ليس عليها عقوبة “Dosa besar adalah yang Allah SWT ancam dengan suatu hukuman khusus. Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan, namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam dalil barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin. Atau bukan bagian dari kami, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus.” Fatawa Nurun alad Darbi libni Al-Utsaimin, 2/24, Asy-Syamilah. Dosa mencuri dan hukumya ilustrasi, foto unsplash Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan لَهَا أَمَارَات مِنْهَا إِيجَاب الْحَدّ , وَمِنْهَا الْإِيعَاد عَلَيْهَا بِالْعَذَابِ بِالنَّارِ وَنَحْوهَا فِي الْكِتَاب أَوْ السُّنَّة , وَمِنْهَا وَصْف صَاحِبهَا بِالْفِسْقِ , وَمِنْهَا اللَّعْن “Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di dalam AlQuran dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan kefasikan dan laknat ” Tafsir Ibnu Katsir, 2/285. Dosa mencuri hukumnya haram, karena larangan mengambil harta milik orang lain secara batil tersebut dalam AlQuran, As-Sunnah dan Al-Ijma kesepakatan ulama. Allah subhaanahu wata’ala berfirman. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil” QS. Al-Nisa’ 29 BACA JUGA Kata Nabi, Dosa Kecil Bisa Membinasakan Para ulama mengingatkan keras mengenai perbuatan mencuri. Imam Adz-Dzahabi memasukkan mencuri dalam dosa besar nomor ke-21 dalam kitabnya Al-Kabair. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa hukum potong tangan dulu terjadi pada zaman Jahiliyah. Lantas Islam menyetujui hukum ini dengan penambahan syarat-syarat tertentu. Lihat Tafsir AlQuran Al-Azhim, 3394. Imam Ahmad rahimahullahmengatakan bahwa jika seseorang membeli barang yang ia ketahui telah dicuri oleh seseorang, maka ia dihukumi sama-sama mencuri. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Masail Al-Imam Ahmaddiriwayatkan oleh Al-Baghawi 681. Semoga Allah SWT memberi kita taufik agar kita dijauhkan dari hukum dosa mencuri. [] Oleh Andika Murdanto SUMBER MUSLIM RUMAYSHO
Karenahukuman mencuri dalam islam sangat berat, maka hukuman hudud yang wajib dikenakan keatas pencuri adalah: 1. Mengikui hukum syarak yang dikuatkan dalam Qanun jenayah syar'iyyah, orang yang boleh didakwa dibawah kesalahan kes 2. Pencuri yang gila atau kanak-kanak atau orang yang kurang
Bagaimanakah hukuman mencuri mencopet dan hukuman potong tangan dalam hukum Islam? Allah Ta’ala berfirman, وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS. Al Maidah 38 Dari Manshur, dari Hilal bin Yasaf, dari Salamah bin Qais, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, أَلاَ إِنَّماَ هُنَّ أَرْبَعٌ أَنْ لاَتُشْرِكُوْا بِاللهِ شَيْئًا وَلاَ تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالحَّقِّ وَلاَ تَزْنُوْا وَلاَ تَسْرِقُوْا “Ingatlah bahwa larangan itu ada empat 1 janganlah berbuat syirik pada Allah dengan sesuatu apa pun, 2 janganlah membunuh jiwa yang Allah haramkan, 3 janganlah berzina, 4 janganlah mencuri.” HR. Ahmad 4 339, Thabrani 6316-6317. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1759 Dari Urwah bin Zubair, ia berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berkhutbah dan menyampaikan, أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ ، وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا “Amma ba’du Sesungguhnya telah membinasakan umat sebelum kalian, ketika di antara orang-orang terpandang yang mencuri, mereka dibiarkan tidak dikenakan hukuman. Namun ketika orang-orang lemah yang mencuri, mereka mewajibkan dikenakan hukuman hadd. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya Fatimah puteri Muhammad mencuri, aku akan memotong tangannya.” HR. Bukhari no. 4304 dan Muslim no. 1688. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ ، يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ ، وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur lalu tangannya dipotong, begitu pula mencuri tali lalu tangannya dipotong.” HR. Bukhari no. 6783 dan Muslim no. 1687 Pencuri yang dikenakan hukum tangan adalah yang sudah mukallaf yaitu baligh dewasa dan berakal tidak gila atau hilang ingatan. Juga hukum potong tangan dikenakan bagi orang yang mengambil barang dengan tujuan untuk dimiliki. Begitu pula pencuri mengambilnya dalam keadaan darurat atau butuh. Begitu pula barang yang dicuri adalah barang bernilai atau berharga. Demikian penjelasan yang diringkas dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait. Mencuri sendiri bentuknya diam-diam dan bukan terang-terangan, berbeda dengan merampok di jalanan qot’ut thoriq. Adapun yang dipotong adalah pergelangan tangan kanan jika dilakukan pencurian pertama kali. Jika berulang kedua kalinya, maka yang dipotong adalah pergelangan kaki kiri. Jika berulang sampai tiga kiri, maka dikenakan hukuman penjara. Demikian keterangan Syaikh As Sa’di dalam Manhajus Salikin. Semoga bermanfaat. Catatan Hukuman yang kami sebutkan bagi pencuri berlaku jika diterapkan oleh pemerintah yang menegakkan hukum Islam. Hukuman tersebut tidak diterapkan oleh individu atau person tertentu. Jadi tidak boleh ada tindakan main hakim sendiri. — Selesai disusun di Halim Air Port, 9 Jumadal Ula 1436 H menjelang Maghrib Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter RumayshoCom, Instagram RumayshoCom
Gharar hukumnya dilarang dalam syariat Islam, oleh karena itu melakukan transaksi atau memberikan syarat dalam akad yang ada unsur ghara>rnya itu tidak diperbolehkan. Larangan ghara>r memiliki tujuan, agar tidak ada pihak-pihak akad yang dirugikan, karena tidak mendapatkan haknya, dan agar tidak terjadi perselisihan dan permusuhan di antara Dari Amr bin Al Ash bahwasahnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda “Barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan.” HR. Abu Daud.Dari hadist diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa terdapat 3 hukuman yang bisa diperlakukan bagi pencuri. DiantaranyaDimaafkanIni berlaku apabila pencuri berada dalam kondisi terpaksa misal kelaparan dan tidak dilakukan secara terus-menerus. Dalam hadist dijelaskan “Tangguhkan hudud hukuman terhadap orang-orang islam sesuai dengan kemampuanmu. Jika ada jalan keluar maka biarkanlah mereka menempuh jalan itu. Sesungguhnya penguasa tersalah dalam memaafkan, lebih baik dari tersalah dalam pelaksanaan hukuman.” HR. Al- TirmidziSerta dalam Al-Quran“Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kalian apa yang Dia haramkan, kecuali yang terpaksa kalian makan.”QS. Al-An’am 119“Siapa yang dalam kondisi terpaksa memakannya sedangkan ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka ia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” 173Siapa yang terpaksa mengonsumsi makanan yang diharamkan karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Ma’idah 3.Ta’zir dipenjaraHukuman ini berlaku bagi seseorang yang mencuri benda namun nilainya tidak terlalu tinggi. Misalnya menemukan benda di jalan atau mengambil buah di pohon tepi jalan, maka ia wajib mengembalikan benda tersebut atau tanganHukuman ini diberlakukan pada seorang pencuri yang mengambil barang dari penyimpanan atau penjagaan, barang tersebut bernilai jual tinggi dan ia memang memiliki niat mencuri tanpa ada yang Menjelaskan Hukum Potong Tangan Kepada Pencuri Pada dasanya hukum mencuri adalah dosa. Tidak dianjurkan dan dilarang secara agama. Sebab perbuatan mencuri ini merugikan pihak lain. Bahkan dapat menyebabkan pertumpahan darah. Maka itu, untuk memberikan efek jera maka islam memberikan hukuman pada seorang pencuri berupa potong tangan. Tentu saja hukuman ini tidak serta-merta dibuat begitu saja. Namun mengacu ayat Al-Quran yang artinya“Lelaki yang mencuri dan wanita yang mencuri,potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah Maha Perkasa lagi Maha barangsiapa bertaubat di antara pencuri-pencuri itu sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,maka sesungguhnya Allah menerima Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Al-Maidah 38-39.Hukum Mencuri dalam IslamSelain itu juga diperkuat dengan hadist-hadist shahih yang menjelaskan bahwa pada zaman terdahulu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menjatuhi hukuman potong tangan kepada seorang pencuri.“Diceritakan bahwa di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seorang wanita dari Bani Makhzum dituduh mencuri. Ketika terbukti bahwa ia telah melakukan pencurian, Rasulullah SAW memerintahkan agar ia segera dihukum potong tangan. Orang-orang Bani Makhzum terkejut mendengar berita memalukan yang akan menimpa salah seorang wanita keturunan terhormat mereka karena pasti akan dipotong tangannya. Lalu mereka menghubungi sahabat Utsamah ibnu Zaid yang menjadi kesayangan Nabi, agar ia mau memintakan grasi dari Rasulullah terhadap wanita kabilahnya. Kemudian Utsamah memohon grasi untuk wanita tersebut, dan ternyata jawaban beliau “Apakah kamu meminta grasi terhadap salah satu hukuman had Allah?”. Kemudian Nabi memanggil semua kaum muslimin lalu beliau berpidato “Wahai umat manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah hancur, karena mereka menerapkan hukuman had terhadap orang yang lemah, sedangkan yang mulia, mereka biarkan saja. Demi Dzat yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya Fathimah anak Nabi mencuri, maka pasti akan kupotong tangannya.” HR. Bukhari.Hadits lain yaitu“Dari Aisyah radhiyaallahu anha, sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan karena mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya.” HR. Bukhari.
Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Metro, Provinsi Lampung, Siti Nurjanah menilai tidak boleh ada pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri. Mengingat sekolah negeri pada dasarnya terdiri atas berbagai macam agama, suku, dan sudah dipastikan ada keberagaman. "Karena ini sekolah negeri, jadi tidak boleh ada pemaksaan.

Mencuriadalah perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam. Bahkan agama manapun mempunyai hukuman tersendiri bagi para pelaku pencurian , jangankan hukum agama, dalam hukum sosial juga demikian. Pencuri sangat merugikan, pelaku pencurian sangat dibenci orang, jangankan yang berskala besar seperti koruptor, maling sandalpun jika ketahuan tak jarang jadi amukan warga.

.
  • 21dm29vfst.pages.dev/433
  • 21dm29vfst.pages.dev/263
  • 21dm29vfst.pages.dev/119
  • 21dm29vfst.pages.dev/417
  • 21dm29vfst.pages.dev/308
  • 21dm29vfst.pages.dev/315
  • 21dm29vfst.pages.dev/27
  • 21dm29vfst.pages.dev/369
  • mencuri yang diperbolehkan dalam islam